I’m Just a
Tinker Belle
***
It’s may hurt me, but i just can hide that hurt...
***
Author:
Lucky Spazzer
Genre:
Fantasy, Happy Romance
Cast:
~Seo Joo Hyun
~Seo Joo Hyun
~Wu Yi Fan
Other:
~Choi Soo Young
~Choi Soo Young
Length:
Oneshoot
***
Seohyun POV
Kalian tahu film animasi karya Walt
Disney? Peterpan? Dimana saat peri bernama Tinker Belle menyukai Peterpan?
Sedangkan Peterpan tidak pernah mengubrisnya sama sekali? Ya, mungkin itu yang
kurasakan. Menjadi seorang Tinker Belle, Kris seorang Peterpan, dan siapa yang
menjadi Wendy? Sooyoung, gadis itu beruntung. Padahal, ia sangat licik!
Sungguh, ia hanya bagaikan malaikat disekolah, diluar jangkauan sekolah, ia
hanya IBLIS. Seperti pada lagu karya Selena Gomez, Who Says. Jangan pernah kau menilai buku dari
sampulnya, semenarik apapun sampul
itu.
Bisa saja sampul menarik tapi karya
buruk, bisa saja pula sampul buruk tapi karya luar biasa, dan itu seperti
kehidupan. Sooyoung gadis cantik, bak sebuah sampul buku yang ditata sedemikian
menarik, tapi sikapnya seburuk, seburuk karya karangan penulisnya. Aku bisa
dibilang tidak terlalu cantik atau terlalu jelek, bak sebuah sampul buku yang
ditata hanya dengan tataan yang sederhana, tapi perilaku dan sikapku bak
malaikat, bagaikan karangan indah seorang penulis. Penulis itu adalah diri
kita, dan karya itu, tergantung sikap kita.
Kalian tahu Tinker Belle? Ia hanya
menahan senyum melihat Peterpan bersama Wendy, dibalik senyum itu, ada sepucuk
kesedihan yang luar biasa menyedihkan. Namun, Peterpan tidak pernah menyadarinya.
Bedanya, Wendy sama-sama berparas cantik dan bersikap sedemikian rupa-baik
hati. Tapi, Sooyoung hanya sampul indah dan karangan buruk. Sudah kubilang, aku
adalah Tinker Belle, Sooyoung adalah Wendy, dan Kris Peterpan.
Ini drama tanpa dialog, diperankan
sesuka hati. Diperankan tanpa kita sadar, kita menjadi tokoh tanpa ada yang
mengatur. Kita berbicara sesuka hati, bersikap sesuka hati, kita bermain sesuka
hati dalam drama ini. Tidak ada sutradara, kita yang menentukan menjadi tokoh
antagonis apa protagonis. Tergantung sikap kita, baik apa tidak. Aku bersyukur,
setidaknya aku masih bisa menjadi Tinker Belle, aku masih bisa tersenyum,
senyuman yang miris. Tanpa ada yang tahu. Ya, tanpa ada yang tahu.
Tinker Belle menahan semuanya, ia hanya ingin Peterpan bahagia, seperti
aku.
***
I’m Just a Tinker Belle
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seohyun dan Kris adalah sahabat,
tapi tidak pernah punya rasa pada satu sama lain, kecuali seorang Seohyun yang
punya perasaan pada Kris, tapi ia pendam serapih yang ia bisa, ia hanya ingin Kris
bahagia. Kris mungkin hanya bisa menilai seseorang dari wajahnya dan sikap
palsu, lagipula Kris tidak mengenal Sooyoung sebaik Seohyun mengenal Sooyoung,
gadis yang bagaikan jelmaan Lucifer, seorang Lucifer yang menyamar. Menyeramkan
rasanya tahu menahu sebuah malaikat berparas rupawan ternyata iblis berparas
buruk, tapi rasanya tidak enak bila menyatakan pada Kris. Apa perasaan Kris
begitu tahu Seohyun suka padanya? Ya, Seohyun hanya bisa tersenyum. Senyuman
yang mengartikan sebuah kesedihan yang sangat mendalam. Dalam, dalam, dan
akhirnya berpusat pada cinta.
“Kris, bagaimana harimu?” Sooyoung
langsung bermanja pada lengan Kris, Seohyun yang berjalan dibelakang dua insan
itu, hanya tersenyum miris. Inikah takdirnya? Oh tuhan, apakah ia tidak punya
takdir yang dibuat sangat indah?
“Seperti biasa, baik, Soo-aah,”
kata Kris tersenyum manis. Kris membiarkan Sooyoung asyik pada lengannya. Ya,
ia tidak mempedulikan sahabatnya yang masih mengekor. “Soo, apa kau sudah
mengerjakan tugas?” tanya Kris.
“Tugas Sejarah, ya,” kata Sooyoung
terdiam, lalu ia menyeringai ke Seohyun, seolah-olah ia berkata pada gadis
manis itu ‘aku-pinjam-bukumu-!’, tapi ia menanggapi dengan senyuman riang.
“Tentu,” balas Sooyoung ceria. Biasa, ia mengerjakan tugas disekolah dan mendapat
nilai sempurna, bila ia salah satu, digamparnya pipi indah Seohyun. sangat
miris kehidupan gadis sopan itu. Padahal, ia hanya tersenyum miris, bukan
seringaian.
“Oh, seperti biasa, kau akan dapat
nilai tinggi sedangkan aku pas-pasan,” kata Kris, dari nadanya, ia memuji
Sooyoung dengan tulus. Nilai tinggi?
Memang itu usahanya? Usahaku, kan, yang sudah berusaha mencari jawaban benar?!
batin Seohyun sebal, Sooyoung akan memarahinya habis-habisan bila Seohyun
bilang nilai indah Sooyoung didapatkan dengan sebuah sontekan.
“Ah, bila kau belajar, kau akan
dapat nilai sempurna, seperti aku!” kata Sooyoung genit, apa lagi saat ia
mengatakan ‘seperti aku!’, benar-benar nada genit yang ganjen. Seohyun hanya
tersenyum saja, seperti biasa, senyuman khas kepedihan, miris.
“Hehehe,” kata Kris nyengir.
Sampai dikelas, Kris keluar untuk
menemui klub-nya, klub basket. Sooyoung langsung menuju meja Seohyun. Dengan
brutal, ia keluarkan sebuah buku sejarah, lalu ia salin, setelah itu ia
menyeringai. “Kalau salah, awas saja, temui ajalmu,” kata Sooyoung, nyaris
membuat jantung Seohyun copot. Seohyun sempat mengasal satu soal, bagaimana
bila nyawa ia melayang?
“I...iya,” sahut Seohyun gelagapan.
Ia tidak bisa membayangkan Sooyoung yang mencabik-cabik dirinya dan
menjadikannya daging makanan untuk anjingnya. Tidak sudi bila ia mati ditangan
seorang Sooyoung. Ia lebih sudi mati ditangan penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa,
gadis itu tersenyum manis, manis dan bukan miris.
Sooyoung langsung melenggang duduk
dan membicarakan soal film baru, baju baru, atau berbelanja. Kasihan nasib
Kris, ia harus membelikan banyak baju, aksesoris, dan sepatu untuk hal tak
berguna untuk Sooyoung. Uang Kris akan habis karena seorang Sooyoung, ia tak
habis pikir. Untuk apa ia memilih Sooyoung? Seohyun mengambil pensilnya lalu ia
goreskan pada agenda-nya, dan itu membentuk sebuah bunga yang indah. Bunga yang
tak terkira indahnya, tapi tidak seindah ciptaan Tuhan. Bunga yang memikat hati
bila itu adalah bunga dalam dunia realitis, tapi itu hanya dalam khayalan dan
imajinasi Seohyun.
Kring! Bel berbunyi, seperti biasa,
ia duduk dengan Yoona, satu-satunya orang yang bisa mengerti dia dan membuatnya
tersenyum. “Kau disontek lagi?” bisik Yoona sambil mengeluarkan buku
sejarahnya, Seohyun mengganguk lemah. “Kenapa tidak menolaknya, sih, gadis
manis sepertinya mana bisa seperti macan,” kata Yoona.
“Tidak, ia gadis manis dan aku juga
gadis manis, gadis manis tidak melakukan hal buruk,” senyum Seohyun walau ia
tak rela menyebut Sooyoung gadis manis, ia adalah gadis yang bersikap dua, baik
dan buruk. Baik hanya kepalsuan dan Buruk adalah kejujuran.
“Kau selalu bersikap seperti itu,
sekali-kali melawannya, deh!” tegas Yoona sambil membereskan bukunya yang
acak-acak didalam tas. Seohyun menggeleng, ia tak pernah menceritakan pada
siapapun tentang sikap asli Sooyoung. Hanya ia dan Tuhan yang tahu sikap asli
dari Choi Sooyoung, iblis.
Songsaenim Cho masuk dengan gagah,
biasa, guru itu sebenarnya menjadi guru olahraga, tapi ia pernah cedera dan
akhirnya menjadi guru Sejarah. Songsaenim Cho tersenyum ramah, lalu ia mulai
membuka bukunya. “Kita mulai mengoreksi, ya, tukarkan dengan teman
sebangkunya!” perintah Songsaenim Cho. “Nomor satu jawabannya ....”
Pelajaran itu menjadi indah untuk
Seohyun karena jawaban asalnya menjadi jawaban yang benar, ia tidak bisa
menyangkanya. Sooyoung hanya bisa menyeringai melirik Seohyun, sebuah
seringaian yang tak pernah luput. Selalu ditunjukan untuk gadis yang sama,
yaitu adalah Seohyun.
“Nilai tertinggi-dan seperti
biasa-, diraih oleh Choi Sooyoung, dan dilanjut Seo Joo Hyun, dan pada akhirnya
dilanjut dengan Im Yon Ah,” kata Songsaenim Cho, “dan nilai terburuk didapat
oleh ...”
Seohyun tersenyum, memang seluruh
Songsaenim mengira Sooyoung yang patut dinomor satukan karena ia spesial, tapi
hanya spesial yang palsu. Yang spesial itu adalah Seohyun, tapi jelas Sooyoung
bukan Wendy yang harusnya baik didalam film Peterpan. Dan Seohyun tetap menjadi
Tinker Belle yang ramah. Kris tetap menjadi Peterpan, yang selalu polos dan
tidak tahu apa-apa, dan apa yang sebenarnya.
“Kris, besok ulangan, bagaimana
belajar bareng?” usul Seohyun. Sebenarnya gadis itu bukan mencari perhatian
dari Kris, selaku sahabat, kan, itu adalah hal wajar. Tapi tidak wajar bagi
yeoja-nya, Sooyoung.
“Boleh juga, tapi ajak Sooyoung,
ya?” pinta Kris. Seohyun malas, tapi ia mengganguk.
Kris adalah Peterpan, dan ia polos dan tidak tahu apa-apa dibalik sebuah
drama.
***
I’m Just
Tinker Belle
***
Seohyun POV
Dirumah Kris benar-benar
membosankan bagiku, benar-benar saja! Sooyoung membuatku kesal dengan celoteh
sok polosnya dan akhirnya membuatku tersenyum manis daripada harus batuk
meledek. Itu tidak ramah, dan aku gadis ramah. Kris hanya tersenyum lebar
menanggapi semua perkataan yeoja-nya. Ia bercerita tentang nilai, nilai, nilai,
dan nilai, yang pasti nyaris jarang dijangkaunya nilai sembilan puluh. Selalu
seratus, sama halnya dengan aku, tapi kan, ia menyontekku. Jadi itu nilaiku.
“Kapan kita belajar?” tanyaku polos
dan sopan. Sooyoung menatapku ‘jangan-memotong-kata-kata-ku-!’, sangat menyebalkan.
Aku masih bersikap sopan padahal aku ingin memaki gadis itu sepuasnya. Aku
harus menahan diri, segala emosi harus kukontrol sebisa yang aku mampu.
“Sekarang!” sahut Kris semangat.
Kami langsung belajar untuk pelajaran IPA, sungguh sedari tadi aku menyadari
mata sengit menatapku, mata penuh kebencian. Yang benar-benar membuatku risih.
Seolah-olah ia tahu aku ingin merebut Kris darinya, tapi aku harus bersikap
seolah-olah aku tak punya perasaan pada Kris. Padahal, aku punya!
Sooyoung tidak peduli, paling ia
bisa meminta sontekan karena ia duduk dibelakangku, cukup ia memberi kertas
yang berisi soal yang ia tidak tahu atau kadang kuberikan ulangan milikku
padanya. Hidup indah bagi Sooyoung, dan hidup menderita bagiku. Yang mendapat
pujian adalah aku pada seharusnya, bukan Sooyoung!
“Sooyoung, kenapa kau tidak belajar
sepenuh hati? Aneh kau bisa dapat sepuluh padahal tidak tekun dalam belajar,”
tegur Kris. Aku kini tersenyum yang sedikit memancarkan sebuah kemenangan yang
ingin menjadi seringaian, tapi aku kontrol semuanya menjadi baik-baik saja.
“Bagaimana bisa aku yang bersusah payah tidak pernah dapat seratus!”
“Aku tak mau belajar, aku tak ada
niat,” kata Sooyoung. “Aku mau belanja,” sahut gadis itu manja.
“Tapi kita ada ulangan! Ulangannya
susah, Soo, pokoknya gak ada belanja,” tekan Kris, ia tak habis pikir.
Bagaimana bisa tidak belajar tapi
mendapat nilai sempurna? Curang! Kris tidak tahu apa-apa, dia memang polos
dalam drama ini. Tapi ia tak sadar, ini hanya drama, tapi ini drama yang
mengisahkan kisah realita.
“Iya, deh,” kata Sooyoung. Lalu,
saat Kris ke kamar mandi, ia hunuskan kepalan tangannya pada pipiku, pipiku
terasa sakit. Lalu ia menghunuskan kembali. “Kini aku tidak bisa dapat baju
yang sangat rare di Berry Girls
Store! Kau harusnya mengerti, mengapa ajak belajar, hah! Dasar bodoh!” maki
Sooyoung lalu ia kembali berkutat mendengar tepakan kaki orang menuju bibir
pintu.
Lalu, Kris datang dengan berbagai
snack. “Ini snack, kalian mau? Hehehe, apalagi Sooyoung kan, tukang makan,”
kata Kris sedikit mengejek. Aku hanya mengambil kimchi dan gimbab, sedangkan
Sooyoung seakan lupa pada etika, ia mencomot banyak. “Seo, hanya itu? Kamu
yakin?” tanya Kris.
“Iya,” balasku. “Aku rasa ini akan
mengenyangkan,” batinku dalam hati.
Lalu setelah itu aku izin pulang,
ini sudah malam. Sedangkan, Sooyoung belum belajar apa-apa, dia malah melihat
majalah fashion milik eomma Kris,
sungguh, yeoja itu sangat menyebalkan! Kenapa harus ada gadis seperti dia
didalam dunia? Antara persahabatanku dan juga Peterpan? Ya, karena dia seorang
Wendy.
Sooyoung adalah Wendy yang palsu, Wendy tanpa senyum dan kebaikan.
***
I’m Just a Tinker Belle
I’m Just a Tinker Belle
***
Ulangan berlangsung menyebalkan,
aneh, Sooyoung tidak bertindak apa-apa. Tapi, seusai aku menyelesaikan
ulanganku, ia merebutnya dariku dan menyalin jawabanku. Sadis rasanya tahu
Wendy yang diperankan begitu dermawan dan baik justru dimainkan oleh dia,
rasanya seperti drama ini berlangsung tidak baik. Apa artinya Peterpan tanpa
Wendy yang dermawan? Tapi ini Peterpan yang berbeda, semua berlangsung mulus,
tanpa harus berulang-ulang mencoba melafalkan dialog. Kris dan Sooyoung tidak
pernah sadar, kalau mereka dilibatkan drama dadakan tanpa dialog ini.
“Nih, ulanganmu, awas bila aku
dapat sembilan koma lima,” ancam Sooyoung, aku hanya bisa mengelus dada. Aku mengeluarkan
buku Agenda dan menggambar sebuah gambar yang menyatakan perasaanku. Dua insan
berjalan bersama, dan seorang gadis disebelahnya tersenyum miris, yang penuh
banyak kesedihan. ‘SEDIH’ yang menusuk, tanpa ada yang tahu perasaan gadis itu
kecuali ia dan Tuhan.
Hidup tak semulus apapun, hidup pasti mendapat cobaan, kalian tahu
kalimat itu, kan? Tapi, tak adil rasanya! Sooyoung tidak punya cobaan dalam
hidupnya. Hidupnya berjalan semulus krim vanila, bahkan semulus jalan beraspal.
Tanpa sedikit goncangan atau benturan dalam jalan yang dibentuknya. Kuas itu
menyapu terus menerus pada kanvas kehidupan Sooyoung, berjalan semulus
kehidupannya. Tak pernah keluar dari jalurnya. Tapi, kuas kehidupanku berbeda,
selalu ada yang tergoncang atau terusakkan. Dan itu merusaki sedikit kanvas
kehidupanku, kapan aku mendapat sesuatu yang adil? Tidak ada, rasanya...
“Semua, kumpulkan ulangan kalian!”
perintah Songsaenim, aku langsung mengantre untuk mengumpulkannya. Sooyoung dengan
mudahnya menyelak barisan panjang karena ia adalah anak emas semua guru. Iri rasanya.
Dalam hatiku, aku berteriak, Seharusnya
aku yang mendapat gelar anak emas seluruh guru!, pekikan kecil yang tidak
bisa didengar orang-orang disekitarku. Bahkan, Yoona, eomma, appa, mereka tidak
bisa mendengar isi hati kecilku, yang selalu memekik kesakitan karena
penderitaanku.
Apakah di hidupku ada secuil
kebahagiaan? Tunggu, bersama Kris adalah kebahagiaanku, dan kuas kebahagiaanku
sudah pernah tertampak, saat detik-detik tanpa Sooyoung. Ya, posisi Wendy
adalah merugikan pihak Tinker Belle, dan itu memang perasaanku. Sooyoung adalah seorang perusak.
“Kau kenapa? Melamun terus,” omel
Yoona melihatku mencorat-coret tidak jelas pada buku agenda bergambar keroro
milikku. Ya, kodok imut itu seperti sahabatku, selain Kris dan juga seorang
Yoona. “Hei!!!” Yoona berdecak.
“Eh, apakah aku punya kebahagiaan,
Yoongie?” tanyaku memelas, sungguh, adakah rasa bahagia selain bersama Kris?
“Mempunyai orangtua lengkap,
mempunyai sahabat secantik aku, mempunyai sahabat yang setampan Kris, mempunyai
hidup yang berwarna dan indah, itu kebahagiaanmu. Kenapa? Kau tak menyadarinya,
yaaa?” selidik Yoona, “dengar, Seohyun. Semua kehidupan punya rasa kebahagiaan
dan kesengsaraan, jadi kau jangan pesimis tahu kebahagiaanmu sedikit,
kebahagiaan milikmu banyak, hingga tak bisa kuukir, kujelaskan, atau aku
gambarkan, bahagia milikmu sudah tercukupi, Seo.”
“Iya, Yon,” kataku. Jawaban yang
memuaskan! “Apakah Sooyoung punya penderitaan?” entah, pertanyaan polosku
keluar dari bibir manisku. Yoona mengetuk-etuk kepalanya dengan pensil
miliknya. Ia mengedikan bahu.
“Memang Sooyoung sahabatku? Bukan,
kan? Tanya saja pacarnya,” jawab Yoona, sungguh, kali ini jawaban yang
menjengkelkan. Dulu, Yoona adalah mantan sahabat Sooyoung, tapi tidak jadi
karena Sooyoung pernah menusuk-nusuk hati Yoona dengan pedangnya, yang juga
membelah hatiku.
“Iya, sih,” balasku. “Tapi kurasa
hidup seorang Sooyoung sangat sempurna,” balasku.
“Tapi menjadimu lebih indah lagi,”
tegas Yoona, “kau adalah Seohyun, aku adalah Yoona, dan jangan pernah menyesali
hidupmu. Karena tidak ada mesin waktu yang mampu mengulang semuanya. Oke?”
“Ya...,” helaku. Mengapa Yoona
bersikap bijak sih, kadangkala? Dan itu menyebalkan.
Semua orang pasti punya kesengsaraan!
***
I’m Just a Tinker Belle
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seperti biasa, Seohyun selalu
pulang dengan sahabatnya dan pacar sahabatnya. Ia ditinggal jauh, biasanya Sooyoung
memaksa ke toko baju, toko aksesoris, atau toko tas. Entah apa yang dipikirkan
Kris, ia hanya menurut. Mengapa bukan Seohyun? Bukankah Seohyun lebih
mensyukuri semua apa adanya? Bukan Sooyoung yang maniak belanja? Bukankah sikap
Seohyun bagai malaikat? Bukan iblis? Kris seperti tidak menyadari sosok lebih
dalam pacarnya, ia hanya memilih... Tapi, Seohyun tak bisa bertindak, ia ingin
kebahagiaan bagi sahabatnya. Dan, Tinker Belle juga. Ini drama yang tak akan
tuntas.
“KRIS!! Baju itu bagus! Oh, tidak,
tidak, itu lebih baik! Aih, katamu bagusan mana?” teriak Sooyoung heboh. Baju di
Berry Shop sedang obral besar-besaran. Seohyun hanya membeli beberapa benda,
paling tidak sampai empat. Hanya tiga-mungkin. Tapi, tas yang melingkar indah
dilengan mulus Sooyoung sudah tiga. Mungkin lebih dari empat belanjaan milik Sooyoung!
“Eh, ini mahal banget,” kata Kris
melongo melihat harga baju bermotif zebra yang ditunjuk oleh Sooyoung. “Obral
saja semahal ini, jangan!” kata Kris sambil menggeleng, Sooyoung terus merajuk
akan dibelikan. Aku lebih baik pulang
saja, deh, batin Seohyun.
“Kris-ssi, Sooyoung-ssi, aku pulang
dahulu bagaimana?” usul Seohyun menunduk sedalam yang ia bisa. Walau sebenarnya
ia enggan, ia ingin terus bersama Kris. Tapi, Kris sudah ada yang punya... Mana
bisa?
“Ya! Pergi saja,” balas Sooyoung
acuh tak acuh. Kris untung tak mendengar seloroh dari mulut pacarnya, bila iya,
bisa mati riwayat Sooyoung.
Aku hanya penggangu dihubungan mereka.
***
I’m Just a Tinker Belle
I’m Just a Tinker Belle
***
Seohyun POV
“Let it go, let it go Can’t hold it back anymore Let it go,
let it go Turn my back and slam the door The snow glows white on the mountain
tonight, Not a footprint to be seen. A kingdom of isolation and it looks like
I’m the queen.” Aku tak bisa menahannya lagi, lagu itu bisa
menjelaskan drama ini. Yang tak pernah menentu pada akhirnya. Bila iya, aku
ingin menjadikan lagu ini sebagai pengiring drama ini. Padahal lagu ini lebih
ke musim salju daripada fantasi.
Sungguh, aku tidak bisa
mengerti. Di Peterpan, Tinker Belle tidak bisa mendapatkan sebuah rasa bahagia.
Disini pun aku tidak bisa? Mengapa Wendy yang berhak berbahagia? Kenapa bukan
aku? Sejak kapan iblis menjadi dermawan? Sejak kapan kebaikan tidak bisa
mendapat kebaikan? Kenapa dunia justru mengelarkanku sebagai Iblis Peterpan?
Apakah itu opini dunia padaku? Gadis tak sempurna yang merusak hubungan
Soo-Kris. Perusak kebahagiaan seorang sahabat, pencuri keindahan hidup, dan
pencuri warna-warni kehidupan. Begitukah mereka menjelaskan arti aku?
Aku bukan gadis jahat.
Aku bukan pembunuh. Aku bukan mafia. Aku adalah gadis yang tak bisa merasakan
banyak kebajikan dalam hidupnya. That’s my life. Itu hidupku, hidup tanpa
kebaikan yang mewarnai. Darkness is my
best friend forever.
Kris seperti tak
mengerti aku, aku sahabatnya, aku pewarna hidupnya! Aku bukan iblis yang
menghambur-hamburkan uang, bukan penghambur. Aku hanya gadis yang sederhana
tanpa baju berlimpah. Hidupku, datar, tanpa warna, warnanya hitam-putih. Seolah-olah
aku gadis jahat, jelmaan lucifer yang tak boleh didekati. Aku bukan Lucifer,
aku seorang malaikat! Aku lah anak emas, akulah si pintar, aku yang harus
mereka banggakan! Bukan SOOYOUNG.
“I just can smile, even that hurt my self. Thats okay, i just wanna my
best friend happy,” itu yang aku ucapkan dalam hati kecilku. Biarkan ia
bahagia, tapi aku sengsara. Hati kecilku bisa tersenyum, senyuman yang
memancarkan arti dari kesedihan mendalam. Kurang apa aku? Kebaikan? Kesantunan?
Kebaikan apa yang kurang? Aku sudah seperti ini, gadis ramah yang tidak pernah
berandalan.
Itu menyakitkan.
Itu menyengsarakan.
Itu kesadisan.
Itu menusuk.
Itu melukai.
Tapi aku tidak peduli. Asalkan
ia bahagia... Ia bahagia, aku sengsara? Tidak apalah, yang penting ia dan
hidupnya. Bukan aku atau hidupku.
Pengorbanan itu menyakitkan.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Kapan kebaikan datang
padaku? Pertanyaan itu menyakitkan! MENYAKITKAN! Seolah-olah aku mengemis
kebaikan pada kalian, lalu kunikmati. Tidak, Tuhan menyatakan kebahagiaan
milikku akan tiba kapan. Mungkin tahun depan atau saat aku tewas! Saat aku
sampai disekolah, rupanya masih sangat-sangat sepi. Tapi dikelas, tampak Sooyoung
dengan seringai miliknya.
“Kau tahu...,” kata
Sooyoung dan langsung menamparku, tepat disudut bibirku. “Aku tahu kau menyukai
Kris! Jadi kau berusaha menyingkirkanku dari hidupnya, kan?! Jawab!” hina gadis
itu sambil menempelengku. Sakit. Sakit. Sakit! Bukan sakit dibibir, tapi sakit
dihati.
“Darimana kau tahu...,”
kataku seolah-olah aku mengakui. Aku memegang sudut bibirku, lalu, rasa perih
menyergap. Tik..tik.., aku melirik, darah dari bibirku menetes dengan deras dan
menerpa lantai putih bersih bagaikan kristal.
“Hei, Yoona, sini!”
tawa hambar Sooyoung. Jadi ini rasa sakit
bila dikhianati, batinku. “Dia adalah sahabatku, bodoh. Dari aku muncul
dibumi sampai aku lenyap! Aku menjadikan dia sebagai sahabatmu agar aku tahu
tujuanmu! Ternyata, kamu seperti itu, ya! Peminta kebaikan, dasar! Aku ingin
bahagia!”
Yoona datang, gadis itu
menyeringai. Itu bukan Yoona. Jelas-jelas
bukan! Seringai itu, seringai mahluk dari Saturnus, tapi aku tahu. Yoona hanya
Yoona. Lalu seringai itu berubah menjadi senyum sarkatis. Dia tak rela mungkin
berpulang pada Sooyoung, ia nyaman kan, padaku? Tapi, dikehidupan, siapa lagi
yang bisa dipercaya... Hanya Tuhan...
“KAMU ITU SAHABAT MACAM
APA! KAU MENGKHIANATI AKU IM YOON AH!” teriakku, aku benar-benar tidak bisa
menahannya... Kemarahan..., kesedihan.... Semua menyatu menjadi satu,
benar-benar tidak bisa aku yakini. Kurasakan air mata sudah tidak bisa
kubendung, tembok pertahananku runtuh. Air mata itu kini mengalir deras
dipipiku. Bibirku makin deras dituruni darah, perih.
“Hahahaha, kau
menangis!” Yoona kini menempeleng kencang pipiku. Sungguh, kenapa aku tidak pantas mendapat rasa bahagia.. Ini menyakitkan!
Tiba-tiba aku merasakan ada jemari yang mengusap pipiku.
“Seo...,” suara yang
familiar. Aku menengok kebelakang. “Mianhae,” siapa lagi bila bukan sahabat sejatiku,
KRIS! Aku memeluk Kris. Sooyoung menganga, Yoona melirik Sooyoung dengan
tatapan ‘aku-dibayar-mu,-tanggung-saja-sendiri-!’
“Soo, aku ga percaya
selama ini kamu suka menyontek dan menyiksa Seohyun!” Kris sangat marah. Tapi,
aku sangat lemas, apalagi tamparan dan tempeleng. Tiba-tiba.. “SEOHYUN!”
Kebahagiaan itu kini milikku.
***
I’m Just a Tinker Belle
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seohyun terbangun, ia
melihat sosok Kris disampingnya yang berbicara dengan Kepala Sekolah, Seohyun
dengan lemas berusaha duduk. Menampakan ia sudah sadar, aroma itu menusuk
hidungnya. Aroma rumah sakit, ia kira ia di UKS, ternyata tidak. Ia menepuk
pelan bahu sahabatnya itu. Kris langsung menoleh padanya. Dengan senyum
canggung ia tersenyum manis. Seohyun membalasnya, kali ini bukan senyuman
miris.
“Seo, aku tidak tahu,
Soo ternyata sekejam itu ...,” kata Kris terhenyak. “Maafkan aku, aku tahu aku
salah memilihnya, aku tahu aku salah pemilih. Hanya karena kecantikan palsunya
aku sudah ditaklukan.”
“Jadi,” kata Seohyun. “Apa
kau masih ada ikatan dengan gadis itu?” tanya Seohyun polos, ia benar-benar
ingin Kris menjadi miliknya.
“Siapa yang mau
bersamanya ...,” kata Kris berdecak, “kau sepertinya suka padaku, Seo! Ya,
sampai kau bertanya begitu, kekeke. Sooyoung hanya sampul yang ditata indah dan
karangan busuk!”
Seohyun meraih apel
merah lalu mengunyahnya pelan. Ia belum bisa mengubris semua dari perkataan
Kris, ia lebih bahagia dari Putri Salju. Jujur, ia bahagia, Kris sudah
merelakan gadis itu dari kehidupannya. “Kau tidak ingin mempunyai pendamping
baru, Kris?” tanya Seohyun sambil meneguk airnya.
“Sepertinya tidak,”
kata Kris mengecewakan hati Seohyun. “Kau suka pada siapa, Seo?” tanya Kris
serius.
“Denganmu, bodoh,”
jitak Seohyun.
“Kekekeke, oh ya, aku
ingin mengatakan sesuatu padamu,” kata Kris tersenyum dan mengeluarkan sebuah
kertas. “Saranghae!” ternyata,
didalam kertas itu ada gambar dua insan, dengan nama mereka dikausnya.
“Naddo Saranghae,”
senyum Seohyun. “Aku suka itu,” kata Seohyun girang.
Kris tersenyum miris. “Aku
tahu drama ini akan berakhir bahagia, Kris. Sebagaimana aku seorang peri
bernama Tinker Belle, kamu bocah bernama Peterpan dan Sooyoung gadis manis
bernama Wendy. Tapi, bila seharusnya Wendy ramah, tapi Sooyoung sama sekali tak
mencerminkannya. Tinker Belle hanya tersenyum tahu menahu Peterpen akrab dengan
Wendy, senyuman miris yang mengartikan kesedihan mendalam. Tinker punya
perasaan pada sahabatnya. Itu sepertiku, senyuman mendalam yang mengartikan
beribu tangisan yang kupendam seumur hidupku,” kata Seohyun.
Kris tertegun. “Drama? Maksudmu?”
tanya Kris.
“Drama tanpa dialog,
kita memerankan tanpa kita sadari. Dialog itu keluar secara natural dari bibir
mungil kita. Kita tak perlu melafalkan dialog kita, kita hanya perlu
mengatakannya, semudah itu drama ini. Drama yang tidak punya sutradara, drama
dengan kita yang menentukan pemainnya. Drama tanpa ujung yang jelas, tanpa
sebuah genre yang jelas, tapi denagn akhir yang bahagia,” kata Seohyun tertegun
oleh semua percakapannya. “Ini untukku adalah drama realita. Kau Peterpan, aku
Tinker Belle, dan Sooyoung adalah Wendy, aku menggangap Sooyoung bukan Wendy. Ia
terlalu jahat!”
“Seohyun..,” kata Kris.
“Kau bukan Tinker Belle, kau adalah Cinderella.”
“Ya, kisah yang
berakhir bahagia,” senyum Seohyun manis.
Semua dongeng akan berakhir bahagia, biarpun tanpa dialog
menentu.
THE END
So, bagaimana kisahnya? Bagus, kah? Jelekkah? Pendekkah? Maaf
atas kejelekan kisah pasaran ini! Terimakasih!
Lucky Spazzer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar