Jumat, 29 November 2013

I'm Just a Tinker Belle

I’m Just a Tinker Belle
***
It’s may hurt me, but i just can hide that hurt...
***
Author: Lucky Spazzer
Genre: Fantasy, Happy Romance
Cast:
~Seo Joo Hyun
~Wu Yi Fan
Other:
~Choi Soo Young
Length: Oneshoot
***


Seohyun POV
Kalian tahu film animasi karya Walt Disney? Peterpan? Dimana saat peri bernama Tinker Belle menyukai Peterpan? Sedangkan Peterpan tidak pernah mengubrisnya sama sekali? Ya, mungkin itu yang kurasakan. Menjadi seorang Tinker Belle, Kris seorang Peterpan, dan siapa yang menjadi Wendy? Sooyoung, gadis itu beruntung. Padahal, ia sangat licik! Sungguh, ia hanya bagaikan malaikat disekolah, diluar jangkauan sekolah, ia hanya IBLIS. Seperti pada lagu karya Selena Gomez, Who Says. Jangan pernah kau menilai buku dari sampulnya, semenarik apapun sampul itu.
Bisa saja sampul menarik tapi karya buruk, bisa saja pula sampul buruk tapi karya luar biasa, dan itu seperti kehidupan. Sooyoung gadis cantik, bak sebuah sampul buku yang ditata sedemikian menarik, tapi sikapnya seburuk, seburuk karya karangan penulisnya. Aku bisa dibilang tidak terlalu cantik atau terlalu jelek, bak sebuah sampul buku yang ditata hanya dengan tataan yang sederhana, tapi perilaku dan sikapku bak malaikat, bagaikan karangan indah seorang penulis. Penulis itu adalah diri kita, dan karya itu, tergantung sikap kita.
Kalian tahu Tinker Belle? Ia hanya menahan senyum melihat Peterpan bersama Wendy, dibalik senyum itu, ada sepucuk kesedihan yang luar biasa menyedihkan. Namun, Peterpan tidak pernah menyadarinya. Bedanya, Wendy sama-sama berparas cantik dan bersikap sedemikian rupa-baik hati. Tapi, Sooyoung hanya sampul indah dan karangan buruk. Sudah kubilang, aku adalah Tinker Belle, Sooyoung adalah Wendy, dan Kris Peterpan.
Ini drama tanpa dialog, diperankan sesuka hati. Diperankan tanpa kita sadar, kita menjadi tokoh tanpa ada yang mengatur. Kita berbicara sesuka hati, bersikap sesuka hati, kita bermain sesuka hati dalam drama ini. Tidak ada sutradara, kita yang menentukan menjadi tokoh antagonis apa protagonis. Tergantung sikap kita, baik apa tidak. Aku bersyukur, setidaknya aku masih bisa menjadi Tinker Belle, aku masih bisa tersenyum, senyuman yang miris. Tanpa ada yang tahu. Ya, tanpa ada yang tahu.
Tinker Belle menahan semuanya, ia hanya ingin Peterpan bahagia, seperti aku.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seohyun dan Kris adalah sahabat, tapi tidak pernah punya rasa pada satu sama lain, kecuali seorang Seohyun yang punya perasaan pada Kris, tapi ia pendam serapih yang ia bisa, ia hanya ingin Kris bahagia. Kris mungkin hanya bisa menilai seseorang dari wajahnya dan sikap palsu, lagipula Kris tidak mengenal Sooyoung sebaik Seohyun mengenal Sooyoung, gadis yang bagaikan jelmaan Lucifer, seorang Lucifer yang menyamar. Menyeramkan rasanya tahu menahu sebuah malaikat berparas rupawan ternyata iblis berparas buruk, tapi rasanya tidak enak bila menyatakan pada Kris. Apa perasaan Kris begitu tahu Seohyun suka padanya? Ya, Seohyun hanya bisa tersenyum. Senyuman yang mengartikan sebuah kesedihan yang sangat mendalam. Dalam, dalam, dan akhirnya berpusat pada cinta.
“Kris, bagaimana harimu?” Sooyoung langsung bermanja pada lengan Kris, Seohyun yang berjalan dibelakang dua insan itu, hanya tersenyum miris. Inikah takdirnya? Oh tuhan, apakah ia tidak punya takdir yang dibuat sangat indah?
“Seperti biasa, baik, Soo-aah,” kata Kris tersenyum manis. Kris membiarkan Sooyoung asyik pada lengannya. Ya, ia tidak mempedulikan sahabatnya yang masih mengekor. “Soo, apa kau sudah mengerjakan tugas?” tanya Kris.
“Tugas Sejarah, ya,” kata Sooyoung terdiam, lalu ia menyeringai ke Seohyun, seolah-olah ia berkata pada gadis manis itu ‘aku-pinjam-bukumu-!’, tapi ia menanggapi dengan senyuman riang. “Tentu,” balas Sooyoung ceria. Biasa, ia mengerjakan tugas disekolah dan mendapat nilai sempurna, bila ia salah satu, digamparnya pipi indah Seohyun. sangat miris kehidupan gadis sopan itu. Padahal, ia hanya tersenyum miris, bukan seringaian.
“Oh, seperti biasa, kau akan dapat nilai tinggi sedangkan aku pas-pasan,” kata Kris, dari nadanya, ia memuji Sooyoung dengan tulus. Nilai tinggi? Memang itu usahanya? Usahaku, kan, yang sudah berusaha mencari jawaban benar?! batin Seohyun sebal, Sooyoung akan memarahinya habis-habisan bila Seohyun bilang nilai indah Sooyoung didapatkan dengan sebuah sontekan.
“Ah, bila kau belajar, kau akan dapat nilai sempurna, seperti aku!” kata Sooyoung genit, apa lagi saat ia mengatakan ‘seperti aku!’, benar-benar nada genit yang ganjen. Seohyun hanya tersenyum saja, seperti biasa, senyuman khas kepedihan, miris.
“Hehehe,” kata Kris nyengir.
Sampai dikelas, Kris keluar untuk menemui klub-nya, klub basket. Sooyoung langsung menuju meja Seohyun. Dengan brutal, ia keluarkan sebuah buku sejarah, lalu ia salin, setelah itu ia menyeringai. “Kalau salah, awas saja, temui ajalmu,” kata Sooyoung, nyaris membuat jantung Seohyun copot. Seohyun sempat mengasal satu soal, bagaimana bila nyawa ia melayang?
“I...iya,” sahut Seohyun gelagapan. Ia tidak bisa membayangkan Sooyoung yang mencabik-cabik dirinya dan menjadikannya daging makanan untuk anjingnya. Tidak sudi bila ia mati ditangan seorang Sooyoung. Ia lebih sudi mati ditangan penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa, gadis itu tersenyum manis, manis dan bukan miris.
Sooyoung langsung melenggang duduk dan membicarakan soal film baru, baju baru, atau berbelanja. Kasihan nasib Kris, ia harus membelikan banyak baju, aksesoris, dan sepatu untuk hal tak berguna untuk Sooyoung. Uang Kris akan habis karena seorang Sooyoung, ia tak habis pikir. Untuk apa ia memilih Sooyoung? Seohyun mengambil pensilnya lalu ia goreskan pada agenda-nya, dan itu membentuk sebuah bunga yang indah. Bunga yang tak terkira indahnya, tapi tidak seindah ciptaan Tuhan. Bunga yang memikat hati bila itu adalah bunga dalam dunia realitis, tapi itu hanya dalam khayalan dan imajinasi Seohyun.
Kring! Bel berbunyi, seperti biasa, ia duduk dengan Yoona, satu-satunya orang yang bisa mengerti dia dan membuatnya tersenyum. “Kau disontek lagi?” bisik Yoona sambil mengeluarkan buku sejarahnya, Seohyun mengganguk lemah. “Kenapa tidak menolaknya, sih, gadis manis sepertinya mana bisa seperti macan,” kata Yoona.
“Tidak, ia gadis manis dan aku juga gadis manis, gadis manis tidak melakukan hal buruk,” senyum Seohyun walau ia tak rela menyebut Sooyoung gadis manis, ia adalah gadis yang bersikap dua, baik dan buruk. Baik hanya kepalsuan dan Buruk adalah kejujuran.
“Kau selalu bersikap seperti itu, sekali-kali melawannya, deh!” tegas Yoona sambil membereskan bukunya yang acak-acak didalam tas. Seohyun menggeleng, ia tak pernah menceritakan pada siapapun tentang sikap asli Sooyoung. Hanya ia dan Tuhan yang tahu sikap asli dari Choi Sooyoung, iblis.
Songsaenim Cho masuk dengan gagah, biasa, guru itu sebenarnya menjadi guru olahraga, tapi ia pernah cedera dan akhirnya menjadi guru Sejarah. Songsaenim Cho tersenyum ramah, lalu ia mulai membuka bukunya. “Kita mulai mengoreksi, ya, tukarkan dengan teman sebangkunya!” perintah Songsaenim Cho. “Nomor satu jawabannya ....”
Pelajaran itu menjadi indah untuk Seohyun karena jawaban asalnya menjadi jawaban yang benar, ia tidak bisa menyangkanya. Sooyoung hanya bisa menyeringai melirik Seohyun, sebuah seringaian yang tak pernah luput. Selalu ditunjukan untuk gadis yang sama, yaitu adalah Seohyun.
“Nilai tertinggi-dan seperti biasa-, diraih oleh Choi Sooyoung, dan dilanjut Seo Joo Hyun, dan pada akhirnya dilanjut dengan Im Yon Ah,” kata Songsaenim Cho, “dan nilai terburuk didapat oleh ...”
Seohyun tersenyum, memang seluruh Songsaenim mengira Sooyoung yang patut dinomor satukan karena ia spesial, tapi hanya spesial yang palsu. Yang spesial itu adalah Seohyun, tapi jelas Sooyoung bukan Wendy yang harusnya baik didalam film Peterpan. Dan Seohyun tetap menjadi Tinker Belle yang ramah. Kris tetap menjadi Peterpan, yang selalu polos dan tidak tahu apa-apa, dan apa yang sebenarnya.
“Kris, besok ulangan, bagaimana belajar bareng?” usul Seohyun. Sebenarnya gadis itu bukan mencari perhatian dari Kris, selaku sahabat, kan, itu adalah hal wajar. Tapi tidak wajar bagi yeoja-nya, Sooyoung.
“Boleh juga, tapi ajak Sooyoung, ya?” pinta Kris. Seohyun malas, tapi ia mengganguk.
Kris adalah Peterpan, dan ia polos dan tidak tahu apa-apa dibalik sebuah drama.
***
I’m Just Tinker Belle
***
Seohyun POV
Dirumah Kris benar-benar membosankan bagiku, benar-benar saja! Sooyoung membuatku kesal dengan celoteh sok polosnya dan akhirnya membuatku tersenyum manis daripada harus batuk meledek. Itu tidak ramah, dan aku gadis ramah. Kris hanya tersenyum lebar menanggapi semua perkataan yeoja-nya. Ia bercerita tentang nilai, nilai, nilai, dan nilai, yang pasti nyaris jarang dijangkaunya nilai sembilan puluh. Selalu seratus, sama halnya dengan aku, tapi kan, ia menyontekku. Jadi itu nilaiku.
“Kapan kita belajar?” tanyaku polos dan sopan. Sooyoung menatapku ‘jangan-memotong-kata-kata-ku-!’, sangat menyebalkan. Aku masih bersikap sopan padahal aku ingin memaki gadis itu sepuasnya. Aku harus menahan diri, segala emosi harus kukontrol sebisa yang aku mampu.
“Sekarang!” sahut Kris semangat. Kami langsung belajar untuk pelajaran IPA, sungguh sedari tadi aku menyadari mata sengit menatapku, mata penuh kebencian. Yang benar-benar membuatku risih. Seolah-olah ia tahu aku ingin merebut Kris darinya, tapi aku harus bersikap seolah-olah aku tak punya perasaan pada Kris. Padahal, aku punya!
Sooyoung tidak peduli, paling ia bisa meminta sontekan karena ia duduk dibelakangku, cukup ia memberi kertas yang berisi soal yang ia tidak tahu atau kadang kuberikan ulangan milikku padanya. Hidup indah bagi Sooyoung, dan hidup menderita bagiku. Yang mendapat pujian adalah aku pada seharusnya, bukan Sooyoung!
“Sooyoung, kenapa kau tidak belajar sepenuh hati? Aneh kau bisa dapat sepuluh padahal tidak tekun dalam belajar,” tegur Kris. Aku kini tersenyum yang sedikit memancarkan sebuah kemenangan yang ingin menjadi seringaian, tapi aku kontrol semuanya menjadi baik-baik saja. “Bagaimana bisa aku yang bersusah payah tidak pernah dapat seratus!”
“Aku tak mau belajar, aku tak ada niat,” kata Sooyoung. “Aku mau belanja,” sahut gadis itu manja.
“Tapi kita ada ulangan! Ulangannya susah, Soo, pokoknya gak ada belanja,” tekan Kris, ia tak habis pikir. Bagaimana bisa tidak belajar tapi mendapat nilai sempurna? Curang! Kris tidak tahu apa-apa, dia memang polos dalam drama ini. Tapi ia tak sadar, ini hanya drama, tapi ini drama yang mengisahkan kisah realita.
“Iya, deh,” kata Sooyoung. Lalu, saat Kris ke kamar mandi, ia hunuskan kepalan tangannya pada pipiku, pipiku terasa sakit. Lalu ia menghunuskan kembali. “Kini aku tidak bisa dapat baju yang sangat rare di Berry Girls Store! Kau harusnya mengerti, mengapa ajak belajar, hah! Dasar bodoh!” maki Sooyoung lalu ia kembali berkutat mendengar tepakan kaki orang menuju bibir pintu.
Lalu, Kris datang dengan berbagai snack. “Ini snack, kalian mau? Hehehe, apalagi Sooyoung kan, tukang makan,” kata Kris sedikit mengejek. Aku hanya mengambil kimchi dan gimbab, sedangkan Sooyoung seakan lupa pada etika, ia mencomot banyak. “Seo, hanya itu? Kamu yakin?” tanya Kris.
“Iya,” balasku. “Aku rasa ini akan mengenyangkan,” batinku dalam hati.
Lalu setelah itu aku izin pulang, ini sudah malam. Sedangkan, Sooyoung belum belajar apa-apa, dia malah melihat majalah fashion milik eomma Kris, sungguh, yeoja itu sangat menyebalkan! Kenapa harus ada gadis seperti dia didalam dunia? Antara persahabatanku dan juga Peterpan? Ya, karena dia seorang Wendy.
Sooyoung adalah Wendy yang palsu, Wendy tanpa senyum dan kebaikan.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Ulangan berlangsung menyebalkan, aneh, Sooyoung tidak bertindak apa-apa. Tapi, seusai aku menyelesaikan ulanganku, ia merebutnya dariku dan menyalin jawabanku. Sadis rasanya tahu Wendy yang diperankan begitu dermawan dan baik justru dimainkan oleh dia, rasanya seperti drama ini berlangsung tidak baik. Apa artinya Peterpan tanpa Wendy yang dermawan? Tapi ini Peterpan yang berbeda, semua berlangsung mulus, tanpa harus berulang-ulang mencoba melafalkan dialog. Kris dan Sooyoung tidak pernah sadar, kalau mereka dilibatkan drama dadakan tanpa dialog ini.
“Nih, ulanganmu, awas bila aku dapat sembilan koma lima,” ancam Sooyoung, aku hanya bisa mengelus dada. Aku mengeluarkan buku Agenda dan menggambar sebuah gambar yang menyatakan perasaanku. Dua insan berjalan bersama, dan seorang gadis disebelahnya tersenyum miris, yang penuh banyak kesedihan. ‘SEDIH’ yang menusuk, tanpa ada yang tahu perasaan gadis itu kecuali ia dan Tuhan.
Hidup tak semulus apapun, hidup pasti mendapat cobaan, kalian tahu kalimat itu, kan? Tapi, tak adil rasanya! Sooyoung tidak punya cobaan dalam hidupnya. Hidupnya berjalan semulus krim vanila, bahkan semulus jalan beraspal. Tanpa sedikit goncangan atau benturan dalam jalan yang dibentuknya. Kuas itu menyapu terus menerus pada kanvas kehidupan Sooyoung, berjalan semulus kehidupannya. Tak pernah keluar dari jalurnya. Tapi, kuas kehidupanku berbeda, selalu ada yang tergoncang atau terusakkan. Dan itu merusaki sedikit kanvas kehidupanku, kapan aku mendapat sesuatu yang adil? Tidak ada, rasanya...
“Semua, kumpulkan ulangan kalian!” perintah Songsaenim, aku langsung mengantre untuk mengumpulkannya. Sooyoung dengan mudahnya menyelak barisan panjang karena ia adalah anak emas semua guru. Iri rasanya. Dalam hatiku, aku berteriak, Seharusnya aku yang mendapat gelar anak emas seluruh guru!, pekikan kecil yang tidak bisa didengar orang-orang disekitarku. Bahkan, Yoona, eomma, appa, mereka tidak bisa mendengar isi hati kecilku, yang selalu memekik kesakitan karena penderitaanku.
Apakah di hidupku ada secuil kebahagiaan? Tunggu, bersama Kris adalah kebahagiaanku, dan kuas kebahagiaanku sudah pernah tertampak, saat detik-detik tanpa Sooyoung. Ya, posisi Wendy adalah merugikan pihak Tinker Belle, dan itu memang perasaanku. Sooyoung adalah seorang perusak.
“Kau kenapa? Melamun terus,” omel Yoona melihatku mencorat-coret tidak jelas pada buku agenda bergambar keroro milikku. Ya, kodok imut itu seperti sahabatku, selain Kris dan juga seorang Yoona. “Hei!!!” Yoona berdecak.
“Eh, apakah aku punya kebahagiaan, Yoongie?” tanyaku memelas, sungguh, adakah rasa bahagia selain bersama Kris?
“Mempunyai orangtua lengkap, mempunyai sahabat secantik aku, mempunyai sahabat yang setampan Kris, mempunyai hidup yang berwarna dan indah, itu kebahagiaanmu. Kenapa? Kau tak menyadarinya, yaaa?” selidik Yoona, “dengar, Seohyun. Semua kehidupan punya rasa kebahagiaan dan kesengsaraan, jadi kau jangan pesimis tahu kebahagiaanmu sedikit, kebahagiaan milikmu banyak, hingga tak bisa kuukir, kujelaskan, atau aku gambarkan, bahagia milikmu sudah tercukupi, Seo.”
“Iya, Yon,” kataku. Jawaban yang memuaskan! “Apakah Sooyoung punya penderitaan?” entah, pertanyaan polosku keluar dari bibir manisku. Yoona mengetuk-etuk kepalanya dengan pensil miliknya. Ia mengedikan bahu.
“Memang Sooyoung sahabatku? Bukan, kan? Tanya saja pacarnya,” jawab Yoona, sungguh, kali ini jawaban yang menjengkelkan. Dulu, Yoona adalah mantan sahabat Sooyoung, tapi tidak jadi karena Sooyoung pernah menusuk-nusuk hati Yoona dengan pedangnya, yang juga membelah hatiku.
“Iya, sih,” balasku. “Tapi kurasa hidup seorang Sooyoung sangat sempurna,” balasku.
“Tapi menjadimu lebih indah lagi,” tegas Yoona, “kau adalah Seohyun, aku adalah Yoona, dan jangan pernah menyesali hidupmu. Karena tidak ada mesin waktu yang mampu mengulang semuanya. Oke?”
“Ya...,” helaku. Mengapa Yoona bersikap bijak sih, kadangkala? Dan itu menyebalkan.
Semua orang pasti punya kesengsaraan!
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seperti biasa, Seohyun selalu pulang dengan sahabatnya dan pacar sahabatnya. Ia ditinggal jauh, biasanya Sooyoung memaksa ke toko baju, toko aksesoris, atau toko tas. Entah apa yang dipikirkan Kris, ia hanya menurut. Mengapa bukan Seohyun? Bukankah Seohyun lebih mensyukuri semua apa adanya? Bukan Sooyoung yang maniak belanja? Bukankah sikap Seohyun bagai malaikat? Bukan iblis? Kris seperti tidak menyadari sosok lebih dalam pacarnya, ia hanya memilih... Tapi, Seohyun tak bisa bertindak, ia ingin kebahagiaan bagi sahabatnya. Dan, Tinker Belle juga. Ini drama yang tak akan tuntas.
“KRIS!! Baju itu bagus! Oh, tidak, tidak, itu lebih baik! Aih, katamu bagusan mana?” teriak Sooyoung heboh. Baju di Berry Shop sedang obral besar-besaran. Seohyun hanya membeli beberapa benda, paling tidak sampai empat. Hanya tiga-mungkin. Tapi, tas yang melingkar indah dilengan mulus Sooyoung sudah tiga. Mungkin lebih dari empat belanjaan milik Sooyoung!
“Eh, ini mahal banget,” kata Kris melongo melihat harga baju bermotif zebra yang ditunjuk oleh Sooyoung. “Obral saja semahal ini, jangan!” kata Kris sambil menggeleng, Sooyoung terus merajuk akan dibelikan. Aku lebih baik pulang saja, deh, batin Seohyun.
“Kris-ssi, Sooyoung-ssi, aku pulang dahulu bagaimana?” usul Seohyun menunduk sedalam yang ia bisa. Walau sebenarnya ia enggan, ia ingin terus bersama Kris. Tapi, Kris sudah ada yang punya... Mana bisa?
“Ya! Pergi saja,” balas Sooyoung acuh tak acuh. Kris untung tak mendengar seloroh dari mulut pacarnya, bila iya, bisa mati riwayat Sooyoung.
Aku hanya penggangu dihubungan mereka.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Seohyun POV
Let it go, let it go Can’t hold it back anymore Let it go, let it go Turn my back and slam the door The snow glows white on the mountain tonight, Not a footprint to be seen. A kingdom of isolation and it looks like I’m the queen.” Aku tak bisa menahannya lagi, lagu itu bisa menjelaskan drama ini. Yang tak pernah menentu pada akhirnya. Bila iya, aku ingin menjadikan lagu ini sebagai pengiring drama ini. Padahal lagu ini lebih ke musim salju daripada fantasi.
Sungguh, aku tidak bisa mengerti. Di Peterpan, Tinker Belle tidak bisa mendapatkan sebuah rasa bahagia. Disini pun aku tidak bisa? Mengapa Wendy yang berhak berbahagia? Kenapa bukan aku? Sejak kapan iblis menjadi dermawan? Sejak kapan kebaikan tidak bisa mendapat kebaikan? Kenapa dunia justru mengelarkanku sebagai Iblis Peterpan? Apakah itu opini dunia padaku? Gadis tak sempurna yang merusak hubungan Soo-Kris. Perusak kebahagiaan seorang sahabat, pencuri keindahan hidup, dan pencuri warna-warni kehidupan. Begitukah mereka menjelaskan arti aku?
Aku bukan gadis jahat. Aku bukan pembunuh. Aku bukan mafia. Aku adalah gadis yang tak bisa merasakan banyak kebajikan dalam hidupnya. That’s  my life. Itu hidupku, hidup tanpa kebaikan yang mewarnai. Darkness is my best friend forever.
Kris seperti tak mengerti aku, aku sahabatnya, aku pewarna hidupnya! Aku bukan iblis yang menghambur-hamburkan uang, bukan penghambur. Aku hanya gadis yang sederhana tanpa baju berlimpah. Hidupku, datar, tanpa warna, warnanya hitam-putih. Seolah-olah aku gadis jahat, jelmaan lucifer yang tak boleh didekati. Aku bukan Lucifer, aku seorang malaikat! Aku lah anak emas, akulah si pintar, aku yang harus mereka banggakan! Bukan SOOYOUNG.
I just can smile, even that hurt my self. Thats okay, i just wanna my best friend happy,” itu yang aku ucapkan dalam hati kecilku. Biarkan ia bahagia, tapi aku sengsara. Hati kecilku bisa tersenyum, senyuman yang memancarkan arti dari kesedihan mendalam. Kurang apa aku? Kebaikan? Kesantunan? Kebaikan apa yang kurang? Aku sudah seperti ini, gadis ramah yang tidak pernah berandalan.
Itu menyakitkan.
Itu menyengsarakan.
Itu kesadisan.
Itu menusuk.
Itu melukai.
Tapi aku tidak peduli. Asalkan ia bahagia... Ia bahagia, aku sengsara? Tidak apalah, yang penting ia dan hidupnya. Bukan aku atau hidupku.
Pengorbanan itu menyakitkan.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Kapan kebaikan datang padaku? Pertanyaan itu menyakitkan! MENYAKITKAN! Seolah-olah aku mengemis kebaikan pada kalian, lalu kunikmati. Tidak, Tuhan menyatakan kebahagiaan milikku akan tiba kapan. Mungkin tahun depan atau saat aku tewas! Saat aku sampai disekolah, rupanya masih sangat-sangat sepi. Tapi dikelas, tampak Sooyoung dengan seringai miliknya.
“Kau tahu...,” kata Sooyoung dan langsung menamparku, tepat disudut bibirku. “Aku tahu kau menyukai Kris! Jadi kau berusaha menyingkirkanku dari hidupnya, kan?! Jawab!” hina gadis itu sambil menempelengku. Sakit. Sakit. Sakit! Bukan sakit dibibir, tapi sakit dihati.
“Darimana kau tahu...,” kataku seolah-olah aku mengakui. Aku memegang sudut bibirku, lalu, rasa perih menyergap. Tik..tik.., aku melirik, darah dari bibirku menetes dengan deras dan menerpa lantai putih bersih bagaikan kristal.
“Hei, Yoona, sini!” tawa hambar Sooyoung. Jadi ini rasa sakit bila dikhianati, batinku. “Dia adalah sahabatku, bodoh. Dari aku muncul dibumi sampai aku lenyap! Aku menjadikan dia sebagai sahabatmu agar aku tahu tujuanmu! Ternyata, kamu seperti itu, ya! Peminta kebaikan, dasar! Aku ingin bahagia!”
Yoona datang, gadis itu menyeringai. Itu bukan Yoona. Jelas-jelas bukan! Seringai itu, seringai mahluk dari Saturnus, tapi aku tahu. Yoona hanya Yoona. Lalu seringai itu berubah menjadi senyum sarkatis. Dia tak rela mungkin berpulang pada Sooyoung, ia nyaman kan, padaku? Tapi, dikehidupan, siapa lagi yang bisa dipercaya... Hanya Tuhan...
“KAMU ITU SAHABAT MACAM APA! KAU MENGKHIANATI AKU IM YOON AH!” teriakku, aku benar-benar tidak bisa menahannya... Kemarahan..., kesedihan.... Semua menyatu menjadi satu, benar-benar tidak bisa aku yakini. Kurasakan air mata sudah tidak bisa kubendung, tembok pertahananku runtuh. Air mata itu kini mengalir deras dipipiku. Bibirku makin deras dituruni darah, perih.
“Hahahaha, kau menangis!” Yoona kini menempeleng kencang pipiku. Sungguh, kenapa aku tidak pantas mendapat rasa bahagia.. Ini menyakitkan! Tiba-tiba aku merasakan ada jemari yang mengusap pipiku.
“Seo...,” suara yang familiar. Aku menengok kebelakang. “Mianhae,” siapa lagi bila bukan sahabat sejatiku, KRIS! Aku memeluk Kris. Sooyoung menganga, Yoona melirik Sooyoung dengan tatapan ‘aku-dibayar-mu,-tanggung-saja-sendiri-!’
“Soo, aku ga percaya selama ini kamu suka menyontek dan menyiksa Seohyun!” Kris sangat marah. Tapi, aku sangat lemas, apalagi tamparan dan tempeleng. Tiba-tiba.. “SEOHYUN!”
Kebahagiaan itu kini milikku.
***
I’m Just a Tinker Belle
***
Author POV
Seohyun terbangun, ia melihat sosok Kris disampingnya yang berbicara dengan Kepala Sekolah, Seohyun dengan lemas berusaha duduk. Menampakan ia sudah sadar, aroma itu menusuk hidungnya. Aroma rumah sakit, ia kira ia di UKS, ternyata tidak. Ia menepuk pelan bahu sahabatnya itu. Kris langsung menoleh padanya. Dengan senyum canggung ia tersenyum manis. Seohyun membalasnya, kali ini bukan senyuman miris.
“Seo, aku tidak tahu, Soo ternyata sekejam itu ...,” kata Kris terhenyak. “Maafkan aku, aku tahu aku salah memilihnya, aku tahu aku salah pemilih. Hanya karena kecantikan palsunya aku sudah ditaklukan.”
“Jadi,” kata Seohyun. “Apa kau masih ada ikatan dengan gadis itu?” tanya Seohyun polos, ia benar-benar ingin Kris menjadi miliknya.
“Siapa yang mau bersamanya ...,” kata Kris berdecak, “kau sepertinya suka padaku, Seo! Ya, sampai kau bertanya begitu, kekeke. Sooyoung hanya sampul yang ditata indah dan karangan busuk!”
Seohyun meraih apel merah lalu mengunyahnya pelan. Ia belum bisa mengubris semua dari perkataan Kris, ia lebih bahagia dari Putri Salju. Jujur, ia bahagia, Kris sudah merelakan gadis itu dari kehidupannya. “Kau tidak ingin mempunyai pendamping baru, Kris?” tanya Seohyun sambil meneguk airnya.
“Sepertinya tidak,” kata Kris mengecewakan hati Seohyun. “Kau suka pada siapa, Seo?” tanya Kris serius.
“Denganmu, bodoh,” jitak Seohyun.
“Kekekeke, oh ya, aku ingin mengatakan sesuatu padamu,” kata Kris tersenyum dan mengeluarkan sebuah kertas. “Saranghae!” ternyata, didalam kertas itu ada gambar dua insan, dengan nama mereka dikausnya.
“Naddo Saranghae,” senyum Seohyun. “Aku suka itu,” kata Seohyun girang.
Kris tersenyum miris. “Aku tahu drama ini akan berakhir bahagia, Kris. Sebagaimana aku seorang peri bernama Tinker Belle, kamu bocah bernama Peterpan dan Sooyoung gadis manis bernama Wendy. Tapi, bila seharusnya Wendy ramah, tapi Sooyoung sama sekali tak mencerminkannya. Tinker Belle hanya tersenyum tahu menahu Peterpen akrab dengan Wendy, senyuman miris yang mengartikan kesedihan mendalam. Tinker punya perasaan pada sahabatnya. Itu sepertiku, senyuman mendalam yang mengartikan beribu tangisan yang kupendam seumur hidupku,” kata Seohyun.
Kris tertegun. “Drama? Maksudmu?” tanya Kris.
“Drama tanpa dialog, kita memerankan tanpa kita sadari. Dialog itu keluar secara natural dari bibir mungil kita. Kita tak perlu melafalkan dialog kita, kita hanya perlu mengatakannya, semudah itu drama ini. Drama yang tidak punya sutradara, drama dengan kita yang menentukan pemainnya. Drama tanpa ujung yang jelas, tanpa sebuah genre yang jelas, tapi denagn akhir yang bahagia,” kata Seohyun tertegun oleh semua percakapannya. “Ini untukku adalah drama realita. Kau Peterpan, aku Tinker Belle, dan Sooyoung adalah Wendy, aku menggangap Sooyoung bukan Wendy. Ia terlalu jahat!”
“Seohyun..,” kata Kris. “Kau bukan Tinker Belle, kau adalah Cinderella.”
“Ya, kisah yang berakhir bahagia,” senyum Seohyun manis.
Semua dongeng akan berakhir bahagia, biarpun tanpa dialog menentu.
THE END
So, bagaimana kisahnya? Bagus, kah? Jelekkah? Pendekkah? Maaf atas kejelekan kisah pasaran ini! Terimakasih!

Lucky Spazzer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar